Headlines News :
Home » , » KH Said Aqil Siradj: NU Berkarakter Ahlussunnah Waljamaah

KH Said Aqil Siradj: NU Berkarakter Ahlussunnah Waljamaah

Written By Moh Wahyudi on Kamis, 30 Januari 2014 | 02.33

KH Said Aqil Siradj: NU Berkarakter Ahlussunnah Waljamaah
Jombang, Maarif-Online - Di hadapan ratusan generasi muda peserta kemah yang memadati panggung utama Perkemahan Wirakarya Pramuka Maarif NU Nasional (Perwimanas) KH Said Aqil Siradj menuturkan bahwa NU punya tradisi yang sangat kuat dalam keberagamaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tradisi ini sudah ditanamkan dengan sangat kuat oleh pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari sehingga dalam perkembangannya tidak mengalami perubahan sedikit pun meski sudah memasuki beberapa generasi.
Tradisi NU yang sangat kuat itu merupakan pengejawantahan dari paham ahlussunnah waljamaah, suatu paham yang dicetuskan pertama kali oleh Imam Abu Musa Al-Asy’ari. Paham ini banyak dianut oleh umat Islam di banyak negara yang heterogen.
NU sebagai wadah perkumpulan para kiai sejak awal berdirinya pada 1926 sudah menghadapi tantangan yang sangat berat. Peperangan merebut kemerdekaan menuntut para kiai untuk tidak hanya berkorban secara fisik tapi juga non fisik. Hal ini terlihat bagaimana resolusi jihad yang dilakukan para kiai dalam menghadapi penjajahan dan bagaimana ijtihad para kiai dalam berbangsa dan bernegara yang akhirnya menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara.
KH Said mengatakan, ahlussunnah terdiri dari dua kata, yaitu ahlussunnah dan jamaah. Ahlussunnah adalah sekelompok umat Islam yang berpegang teguh pada sunnah rasul, perilaku dan perkataan nabi. Problematika kehidupan yang dihadapi umat Islam ketika itu semuanya dilabuhkan kepada Nabi Muhammad Saw. Beliau menjadi panutan dan sekaligus figur sentral.
Setelah nabi wafat, para sahabat kemudian melanjutkan tradisi yang sudah digariskan nabi. Para sahabat juga sama dengan nabi sebagai figur sentral dan memiliki kebenaran mutlak. Para sahabat itu adalah Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib. Setelah para sahabat itu meninggal, maka kebenaran mutlak dipegang oleh para ulama atau tabiin.
Karena ulama itu banyak maka yang menjadi panutan adalah ilmunya para ulama. Maka muncullah Imam Syafii, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hambali. Dengan kata lain, bukanlah suatu kebenaran jika tidak mengikuti segala sesuatu yang sudah digarikan oleh para ulama.
Perintah shalat dalam Alquran disebutkan 64 kali. Namun, dari sekian banyak penyebutan tersebut, Alquran tidak menyebut jumlahnya, kapan dan bagaimana shalat dilaksanakan. Ulama kemudian melakukan ijtihad yang didasarkan pada cara-cara yang sudah ditetapkan nabi dan para sahabat. Inilah yang kemudian dikenal ilmu fiqih.
Alquran yang diturunkan kepada nabi awalnya tidak bertitik, tidak berharakat, dan lain. Kemudian muncul ulama bernama Imam Abul Aswad Ad-Duali melakukan upaya untuk menyempurnakan kalimat-kalimat dalam Alquran.
Meski sudah ada titik dan harakat tapi para ulama masih mendapatkan kekurangan-kekurangan dalam Alquran. Maka ada Imam Kholil dan akhirnya Imam Abu Ubai Qasim bin Salam yang menyusun ilmu tajwid. Maka kalau baca Alquran tidak menyesuaikan dengan kaidah dalam ilmu tajwid tidaklah benar.
“Walhasil semua ilmu yang menjadi standar kebenaran adalah karya atau garis-garis yang ditetapkan ulama,” ujar KH Said Aqil Siradj. Dengan suara lantang, Kang Said melanjutkan, kalau ada orang pidato yang mengatakan “mari kita kembali Alquran dan hadist” apakah benar atau tidak? Para peserta menjawab, tidak. “Kalau ada yang mengatakan, tidak ada kebenaran di luar Alquran dan hadist itu goblok. Inilah yang disebut ahlussunnah waljamaah,” ujar Ketua Umum PBNU sambil disambut tepukan sangat meriah dari para peserta Perwimanas.
Waljamaah artinya yang selalu menjaga kebersamaan, saling mendukung, bermasyarakat. Sebagai warga masyarakat, kita tidak boleh hidup sendirian, pintar sendirian, sehat sendirian tapi harus bersama-sama. Itulah yang disebut dengan sholeh jamaah.
“Bagaimana caranya agar orang selalu bersama? NU punya cara, yaitu setiap Jumat kita selalu melakukan jamaahan, mengaji surat Yasin, Dzibaan, Barzanjian dan lainnya,” ujar Kang Said.
Itu berlaku untuk kalangan komunitas atau warga NU, sementara untuk di luar warga NU terutama dalam konteks berbangsa dan bernegara NU sebagai ormas adalah organisasi pertama yang menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, berada di garda depan dalam mempertahankan NKRI, menerima Bhinneka Tuggal Ika dan UUD 1945. “Karena itu, KH Wahid Hasyim menjadi anggota BPUPKI, yang diketuai Soekarno dan sekretarisnya Hatta,” ujar Kang Said yang lagi-lagi disambut tepukan meriah dari peserta Perwimanas.
Ketika Jepang datang lagi ke Indonesia pada September 1945 membuat Presiden Soekarno pusing, bagaimana mungkin menghadapi tentara tersebut sementara TNI masih lelah. Dengan suara lantang, Kang Said bertanya kepada peserta Perwimanas, “siapa yang bisa mengerahkan pasukan, siapa yang mengerahkan massa melawan penjajah, siapa…? Dialah kiai Hasyim Asy’ari,” ujarnya.
Karena itu, tanggal 22 Oktober para kiai se-tanah Jawa berkumbul di Tebuireng. Hasilnya berupa “Resolusi Jihad Hasyim Asy’ari”. Disebutkan bahwa membela tanah air hukumnya fardhu ain alias wajib. “Maka pada tanggal 10 November meletuslah perang antara penjajah dan masyarakat sehingga tanggal 10 November diperingati sebagai hari pahlawan. Belum tentu kita merdeka kalau tidak ada NU. Hari pahlawan itu sebenarnya adalah hari Pahlawan NU,” ujar Kang Said.
“Ulama itu ikut bikin negara, NU itu ikut bikin negara ini, NU harus ikut ulama. Kebenaran mutlak setelah nabi dan para sahabat adalah ilmunya para ulama.” ujarnya. Yanto Bashri
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. . - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger
Allohumma inni as-aluka wa atawajjahu ilaika bi nabiyyika nabiyyir rohmah. Ya muhammad inni tawajjahtu bika ila robbika fa yaqdhi hajati, al-fatihah