Jombang, - Mahfud MD guru besar tatanegara, pernah menjadi anggota DPR RI, pernah menteri Pertahanan, pernah menteri Hukum dan HAM dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ia seorang tokoh yang dikenal masyarakat luas. Berkat popularitas Mahfud yang disandangnya belakangan ia digadang-gadang untuk calon presiden untuk pemilu 2014 mendatang.
Sepak terjang Mahfud memang membuat banyak orang tersentak, mengerutkan dahi, dan jantung berdebar-debar. Banyak orang yang menyebut lelaki kelahiran Sampang ini adalah seorang yang jujur, berani, polos, lurus dan apa adanya. Jika bicara mengalir begitu saja, seolah tidak ada yang ditutup-tutupi layaknya seorang Madura pada umumnya.
Apa yang diyakininya sebagai suatu kebenaran ia pegang teguh dan kemudian disampaikannya kepada masyarakat secara gamblang. Tidak ada yang ditutupi-tutupi sedikit pun. “Kebenaran adalah kebenaran itu sendiri. Kebenaran tidak akan berubah menjadi kesalahan,” begitu kira-kira.
Penampilannya yang sederhana bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Mahfud memang terlahir dan besar dalam keluarga yang tidak glamor. Sekolahnya dihabiskan diselesaikan di kota kelahirannya, layaknya orang Madura umumya sezamannya. Setelah itu ia melanjutkan ke Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta hingga memperoleh gelar kehormatan guru besar bidang huku tatanegara.
Saat hadir di Perkemahan Wirakarya Pramuka Maarif NU Nasional (Perwimanas), penampilannya tetap sama saat masih menjadi pejabat maupun sudah purna. Mahfud hanya memakai baju batik berlengang panjang, celana hitam dan tanpa pengawalan apa pun. Ini di luar kebiasaan pejabat ataupun mantan pejabat negara.
Mahfud tidak mampu memendam kebahagiaannya saat menyampaikan orasinya di hadapan generasi muda NU yang berada di panggung utama Perwimanas. “Saya sangat berbahagia bisa hadir dan ketemu dengan anak-anak muda NU yang akan melanjutkan estafet tradisi NU 20 tahun mendatang,” ujarnya.
Kepada peserta Mahfud menyampaikan, bahwa saat NU dipercaya oleh Manyumi ada dua hal penting yang dilakukan saat itu salah satunya adalah mendirikan Universitas (yang sekarang) Islam Indonesia (UII). “Jadi UII yang berada di Yogyakarta sekarang ini adalah hasil jerih payah atau keringat KH Hasyim Asy’ari,” ujarnya kepada peserta Perwimanas yang mendengarkan untaian kata per kata pesan Mahfud MD dengan seksama.
Mahfud kemudian melanjutkan pesannya dengan mengatakan bahwa dulu santri dianggap tidak bermutu, kolot, tradisional dan seterusnya. Sekarang, ketika beberapa tokoh santri muncul sebagai tokoh nasional, anggapan itu lambat laun menghilang dalam pikiran masing-masing orang itu. “Ketika santri dianggap tidak mampu dalam mengelola negara khususnya dalam bidang pemberdayaan perempuan, maka ada Khofifah Indar Parawansa yang kemudian menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan. Ketika santri dianggap tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pertahanan, maka ada saya (Mahfud MD) yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan. Begitu juga dalam bidang hukum, politik dan seterusnya.
Sambil mengutip syair berbahasa Arab karya Solahudin Ayupadi, Mahfud melanjutkan pesannya bahwa: “tidak ada mencapai kesuksesan seseorang yang tidak sanggup menghadapi tantangan”. Karena hidup adalah pilihan dan setiap orang harus berjuangan untuk mencapai pilihannya itu. Kalau Anda ingin menjadi orang pintar harus belajar siang dan malam. Kalau Anda ingin menjadi orang kaya maka harus berusaha dengan keras.
Selain itu, kata Mahfud dengan mengutip bahasa Arab lagi, “tidak akan mencapai derajat hormat seseorang yang tidak punya semangat”. Jadi hidup harus berjuang, harus bersemangat, harus berkeringat.
Ini sebetulnya yang dilakukan tokoh-tokoh NU zaman dulu. “Kenapa saya bisa seperti ini karena saya mengikuti tradisi yang diajarkan KH Hasyim Asy’ari,” ujar Mahfud sambil disambut tepukan kepramukaan oleh para peserta.
Jika salah satu di antara peserta Perwimanas menjalani cara-cara seperti itu, Mahfud yakin 20 tahun mendatang akan menjadi orang penting di Jakarta.
Setiap orang yang sempat berkomunikasi dengannya memang memunculkan sikap positif, kagum, dan hormat. Karena sikap itulah sampai-sampai sahabat saya yang juga salah satu Wakil Ketua MPR sekarang mengatakan MD bukan singkatan dari Mahmud tapi Madura Dahsyat. (Yanto Bashri)
Sepak terjang Mahfud memang membuat banyak orang tersentak, mengerutkan dahi, dan jantung berdebar-debar. Banyak orang yang menyebut lelaki kelahiran Sampang ini adalah seorang yang jujur, berani, polos, lurus dan apa adanya. Jika bicara mengalir begitu saja, seolah tidak ada yang ditutup-tutupi layaknya seorang Madura pada umumnya.
Apa yang diyakininya sebagai suatu kebenaran ia pegang teguh dan kemudian disampaikannya kepada masyarakat secara gamblang. Tidak ada yang ditutupi-tutupi sedikit pun. “Kebenaran adalah kebenaran itu sendiri. Kebenaran tidak akan berubah menjadi kesalahan,” begitu kira-kira.
Penampilannya yang sederhana bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Mahfud memang terlahir dan besar dalam keluarga yang tidak glamor. Sekolahnya dihabiskan diselesaikan di kota kelahirannya, layaknya orang Madura umumya sezamannya. Setelah itu ia melanjutkan ke Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta hingga memperoleh gelar kehormatan guru besar bidang huku tatanegara.
Saat hadir di Perkemahan Wirakarya Pramuka Maarif NU Nasional (Perwimanas), penampilannya tetap sama saat masih menjadi pejabat maupun sudah purna. Mahfud hanya memakai baju batik berlengang panjang, celana hitam dan tanpa pengawalan apa pun. Ini di luar kebiasaan pejabat ataupun mantan pejabat negara.
Mahfud tidak mampu memendam kebahagiaannya saat menyampaikan orasinya di hadapan generasi muda NU yang berada di panggung utama Perwimanas. “Saya sangat berbahagia bisa hadir dan ketemu dengan anak-anak muda NU yang akan melanjutkan estafet tradisi NU 20 tahun mendatang,” ujarnya.
Kepada peserta Mahfud menyampaikan, bahwa saat NU dipercaya oleh Manyumi ada dua hal penting yang dilakukan saat itu salah satunya adalah mendirikan Universitas (yang sekarang) Islam Indonesia (UII). “Jadi UII yang berada di Yogyakarta sekarang ini adalah hasil jerih payah atau keringat KH Hasyim Asy’ari,” ujarnya kepada peserta Perwimanas yang mendengarkan untaian kata per kata pesan Mahfud MD dengan seksama.
Mahfud kemudian melanjutkan pesannya dengan mengatakan bahwa dulu santri dianggap tidak bermutu, kolot, tradisional dan seterusnya. Sekarang, ketika beberapa tokoh santri muncul sebagai tokoh nasional, anggapan itu lambat laun menghilang dalam pikiran masing-masing orang itu. “Ketika santri dianggap tidak mampu dalam mengelola negara khususnya dalam bidang pemberdayaan perempuan, maka ada Khofifah Indar Parawansa yang kemudian menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan. Ketika santri dianggap tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pertahanan, maka ada saya (Mahfud MD) yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan. Begitu juga dalam bidang hukum, politik dan seterusnya.
Sambil mengutip syair berbahasa Arab karya Solahudin Ayupadi, Mahfud melanjutkan pesannya bahwa: “tidak ada mencapai kesuksesan seseorang yang tidak sanggup menghadapi tantangan”. Karena hidup adalah pilihan dan setiap orang harus berjuangan untuk mencapai pilihannya itu. Kalau Anda ingin menjadi orang pintar harus belajar siang dan malam. Kalau Anda ingin menjadi orang kaya maka harus berusaha dengan keras.
Selain itu, kata Mahfud dengan mengutip bahasa Arab lagi, “tidak akan mencapai derajat hormat seseorang yang tidak punya semangat”. Jadi hidup harus berjuang, harus bersemangat, harus berkeringat.
Ini sebetulnya yang dilakukan tokoh-tokoh NU zaman dulu. “Kenapa saya bisa seperti ini karena saya mengikuti tradisi yang diajarkan KH Hasyim Asy’ari,” ujar Mahfud sambil disambut tepukan kepramukaan oleh para peserta.
Jika salah satu di antara peserta Perwimanas menjalani cara-cara seperti itu, Mahfud yakin 20 tahun mendatang akan menjadi orang penting di Jakarta.
Setiap orang yang sempat berkomunikasi dengannya memang memunculkan sikap positif, kagum, dan hormat. Karena sikap itulah sampai-sampai sahabat saya yang juga salah satu Wakil Ketua MPR sekarang mengatakan MD bukan singkatan dari Mahmud tapi Madura Dahsyat. (Yanto Bashri)
Posting Komentar